Saat ini, berbagai pengembangan dan inovasi di bidang migas sudah banyak dilakukan. Inovasi-inovasi yang dilakukan tersebut menjadi suatu terobosan dan akan berimbas terhadap salah satunya faktor lingkungan. Faktor lingkungan sering bersilangan dengan pengembangan di bidang energi, karena output ataupun hasil pembakarannya menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk itu, mari kita simak pembahasan BBN atau Bahan bakar nabati di bawah ini.
Jenis-Jenis Bahan Bakar Nabati
Dalam Bioenergi, ada berbagai macam istilah dan dirasa memang harus dipahami. Ada B20, B30, B100, ataupun greenfuel. Saat ini di Setiap SPBU di Indonesia, sudah tersedia bahan bakar ramah lingkungan yaitu biosolar yang dijual oleh PT. Pertamina. Biosolar sendiri mengandung biodiesel sebesar 30%.
Di dalam pengertian, bioenergi sendiri merupakan energi terbarukan yang berasal dari bahan baku organik. BBN atau Bahan Bakar Nabati atau biofuel merupakan salah satu energi yang dihasilkan dari bahan baku bioenergi melalui proses atau teknologi tertentu. Bahan bakar nabati memiliki komposisi yang terdiri dari biodiesel, bioetanol, dan minyak nabati murni. Adapun pengertian terkait istilah yang harus kita pahami dalam bioenergi akan dibahas di bawah ini.
B20
B20 adalah program dari pemerintah yang mewajibkan pencampuran 20% biodiesel dengan 80% bahan bakar jenis solar. Output yang dihasilkan dalam pencampuran tersebut adalah produk Biosolar B20. Program ini terlaksana sejak Januari 2016 sesuai dengan Permen ESDM (Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral) Nomor 12 tahun 2015 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 tahun 2008 tentang penyediaan, pemanfaatan dan tata niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain.
B30
B30 merupakan Program pemerintah yang mewajibkan pencampuran 30% biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis solar, yang menghasilkan Biosolar B30. Jika program B20 sudah mulai terlaksana sejak Januari 2016, untuk B30 sendiri sudah dimulai sejak Januari 2020. Dalam aturannya, ada beberapa tahapan kewajiban minimal pencampuran biodiesel sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM nomor 12 tahun 2015.
B100
B100 merupakan istilah untuk Biodiesel yang merupakan bahan bakar nabati untuk aplikasi mesin/motor diesel berupa ester metil asam lemak yang terbuat dari minyak nabati atau lemak hewani lewat proses Esterifikasi atau Transesterifikasi. Proses transesterifikasi merupakan proses pemindahan alkohol dari ester, namun yang dipakai sebagai katalis atau suatu zat yang digunakan utuk mempercepat laju reaksi adalah alkohol atau methanol.
Proses Pembuatan
Pada umumnya, proses pembuatan Biodiesel memakai reaksi metanolisis (transesterifikasi dengan methanol) yaitu reaksi antara minyak nabati dengan methanol dibantu katalis basa NaOH, KOH, atau sodim Melthylate untuk menghasilkan campuran ester metil asam lemak dengan produk ikutan gliserol. Pemerintah saat ini juga sudah mengatur BBN atau Bahan Bakar Nabati jenis lainnya. Yakni Bioetanol yang dikenal dengan istilah E100 dan minyak nabati murni atau dengan istilah O100. Dalam pemakaiannya, biodiese dan bioetanol akan dicampurkan dengan bahan bakar fosil pada presentase tertentu.
Biodiesel dicampurkan dengan solar, sedangkan bioetanol dicampurkan dengan bensin. BBN biohidrokarbon yang karakternya sama atau lebih baik daripada BBM sudah terus didorong oleh pemerintah. BBN Biohidrokarbon ramah lingkungan dapat langsung digunakan sebagai substitusi BBM fosil tanpa perlu penyesuaiaan mesin kendaraan. BBN biohidrokarbon sendiri bisa dibedakan menjadi green-gasoline, green-diesel, dan bioavtur.
Optimisme Indonesia
Perlu diketahui bahwa di tahun 2021 dalam penetapan alokasi anggaran terdapat adanya penurunan. Tidak lain penurunan alokasi dana tersebut adalah dampak dari pandemi Covid-19. Dalam suatu acara, kementerian ESDM berbicara bahwa Indonesia akan menjadi negara penghasil utama biodiesel dunia. Produksi biodiesel di Indonesia saat ini cukup banyak yaitu mencapai 2 juta kiloliter (KL) per tahun akan segera meningkat menjadi 5 juta KL per tahun. Indonesia akan terus meningkatkan produksi biodiesel sekaligus mendorong pemanfaatan sawit dalam negeri. Konsumsi BBN di indonesia maupun di negara lainnya masih sangat rendah. Padahal BBN sebagai energi terbarukan (renewable energy) adalah solusi untuk bahan bakar yang berbahan dasar fosil.
Apalagi, BBN sebagai energi terbarukan dampak terhadap lingkungan tidak separah dampak dari bahan dasar fosil. Presentase pemakaian BBN di Indonesia maupun di luar negeri masih di bawah 10%. Bahan bakar fosil akan terus dan masih dominan kurang lebih hingga 20-30 tahun kedepan. Untuk itu, pemerintah akan terus mengeluarkan kebijakan termasuk aturan mengenai diwajibkannya pemakaian biodiesel.
Kebijakan Pemerintah
Di tahun 2025, pemerintah mempunyai target untuk pemakaian BBN mencapai 5% dalam bauran energi nasional. Jika kita melihat data dari Kementerian ESDM (Januari 2008). Cadangan minyak Indonesia saat ini sekitar 9 milliar barel. Jika produksi 1 juta per hari, maka minyak tersebut akan di 20 tahun yang akan datang.
Baca Juga: Wow! Indonesia Kaya Potensi Energi Baru Terbarukan hingga 509 GW!
Sedangkan gas menurut data, cadangannya mencapai 188 trilliun kaki kubik dan kurang lebih, untuk menghabiskannya perlu waktu 62 tahun. Itupun dengan catatan produksinya 3 trilliun kaki kubik per tahun. Batubara mempunyai cadangan sebesar 90,4 milliar ton dengan komposisi batu bara kalori tinggi dan rendah. Melihat produksi mencapai 130 juta ton pertahun, maka batubara akan habis sekitar 120 tahun mendatang.
Beberapa ikhtiar pemerintah dalam mendorong pengembangan BBN antara lain adalah Instruksi presiden (inpres) nomor 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan BBN sebagai bahan bakar lain. Ada juga keputusan presiden (kepres) nomor 10 tahun 2006 mengenai pembentukan dan tugas tim nasional percepatan pemanfaatan BBN untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran (Timnas BBN). Menurut beberapa sumber, Indonesia memang sedang mengalami transisi dalam sektor pemakaian dan pemanfaatan energi. Apalagi konsumsi minyak domestik setiap tahun terus meningkat sekitar 7% per tahun.
Penulis: Muchamad Raffi Akbar
Editor: Riko Susetia Yuda
Artikel Terkait
Pengertian Coal Bed Methane: Review dan Tantangan di Indonesia Cadangan Mencapai 574 Tcf (sekitar 12,82 triliun m3)
PLTU Sintang Sukses Operasional 100% Biomassa, PLN Indonesia Power Menjadi Pelopor Transisi Energi
Potensi 2024: CBM untuk Mengatasi Defisit Gas dan Meningkatkan Ketahanan Energi