BelajarEnergi.com – Listrik merupakan salah satu energi yang paling dibutuhkan oleh seluruh masyarakat dunia. Betapa tidak, hampir semua aspek kehidupan akan lumpuh jika tidak ada listrik yang mengalir. Kegiatan perekonomian sangat erat kaitannya dengan ketersediaan listrik. Indikator maju tidaknya suatu negara juga ditentukan oleh konsumsi energi dalam bentuk listrik di negara tersebut. Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Konsumsi listrik nasional di tahun 2010 telah menuju tren konsumsi negara maju yang mana terus meningkat seiring dengan peningkatan elektrifikasi dan pertumbuhan ekonomi. Data Kementerian ESDM (2019) menunjukkan bahwa konsumsi listrik nasional dari tahun 2015 yang hanya 910 kWh/kapita meningkat sebesar 19,12% menjadi 1.084 kWh/kapita di tahun 2019. Realisasi di tahun 2019 mencapai 90,33% dari target yang dicanangkan sebesar 1.200 kWh/kapita. Adapun target di tahun 2020 justru diturunkan sebesar 4,83% menjadi 1.142 kWh/kapita. Susut jaringan listrik (losses) juga semakin menurun yang menunjukkan bahwa penyaluran listrik semakin baik dan biaya produksinya menjadi lebih efisien. Tercatat dari tahun 2015 sebesar 10,66% menjadi 9,40% di tahun 2019 atau sesuai dengan target yang dicanangkan pemerintah.
Untuk tahun 2020, Kementerian ESDM menargetkan susut jaringan listrik akan semakin menurun menjadi 9,20%. Upaya yang akan dilakukan untuk mencapai target tersebut adalah dengan peningkatan pengawasan untuk mencegah pencurian listrik dan modernisasi sistem penyaluran dan metering.
Rasio Elektrifikasi
Menurut data Kementerian ESDM (Gambar 1), dalam 5 tahun terakhir rasio kelistrikan (elektrifikasi) Indonesia meningkat 14,54% dari tahun 2014 sebesar 84,35% menjadi 98,89% di tahun 2019. Sebanyak 29 provinsi di Indonesia sudah menginjak angka lebih dari 95% RE-nya yang tersebar dari Aceh hingga Papua Barat. Adapun sisanya terdapat 4 provinsi yang menginjak angka RE 90-95% yaitu Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Namun, masih ada 1 provinsi yang paling rendah RE-nya yaitu Nusa Tenggara Timur yang RE-nya masih menginjak angka 85%. Target yang ingin dicapai pemerintah di tahun 2020 adalah sudah harus menginjak 100% RE-nya.
Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik
Realisasi kapasitas terpasang pembangkit listrik tahun 2019 mengalami peningkatan sebesar 4,2 Giga Watt (GW) dibandingkan tahun 2018 menjadi 69,1 GW. Adapun realisasi program listrik 35.000 Mega Watt (MW) di tahun 2019 yaitu sebesar 5.071 MW (14%) beroperasi, 734 MW (2%) dalam tahap perencanaan, 829 MW (2%) dalam tahap pengadaan, 6.878 MW (20%) dalam tahap kontrak belum konstruksi, dan 21.825 MW (62%) dalam tahap konstruksi. Selain itu, target yang dicanangkan oleh Kementerian ESDM di tahun 2020 dalam meningkatkan kapasitas pembangkit listrik adalah mencapai 74,8 GW.
Bauran energi primer pembangkit listrik di tahun 2019 telah mengalami perubahan yang mana pangsa BBM semakin menurun dari tahun 2014 sebesar 11,81% menjadi hanya 4,03% di tahun 2019 (Gambar 2). Adapun pangsa batubara masih mendominasi yaitu sebesar 60,50%, gas bumi sebesar 23,11%, dan EBT sebesar 12,36%. Target di tahun 2020 pemerintah akan terus menekan pangsa BBM menjadi hanya 2,91%.
Baca juga: Mengenal Batubara Indonesia dan Pemanfaatannya Saat Ini
Kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT terus mengalami peningkatan sebesar 19,55% dari tahun 2015 yaitu 8.496 MW menjadi 10.157 MW di tahun 2019. Rincian EBT saat ini yaitu energi hybrid sebesar 4 MW, energi angin sebesar 154,3 MW, energi surya sebesar 97,4 MW, bioenergi sebesar 1,884,6 MW, energi panas bumi sebesar 2.130,6 MW, dan energi air sebesar 5.885,5 MW. Peningkatan sebesar 376 MW di tahun 2019 disumbang mayoritas oleh Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 182,3 MW dengan rincian PLTP Lumut Balai sebesar 55 MW, PLTP Sorik Marapi sebesar 42,3 MW, dan Muaralaboh sebesar 85 MW. Pemerintah melalui Kementerian ESDM menargetkan peningkatan pembangkit listrik berbasis EBT sebesar 6,75% di tahun 2020 menjadi 10.843 MW.
Baca juga: Wow! Indonesia Kaya Potensi Energi Baru Terbarukan lho!
Kebijakan Pemerintah dalam RUKN
Kebijakan pemerintah melalui Kementerian ESDM di bidang ketenagalistrikan telah tertuang dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). RUKN terbaru yaitu tahun 2019-2038 memiliki arah pengembangan penyediaan tenaga listrik di bidang pembangkitan antara lain EBT minimal 23% pada tahun 2025, pembangkit menggunakan BBM hanya untuk menyediakan pasokan tenaga listrik yang bersifat mendesak dan sementara seperti penanggulangan daerah krisis penyediaan tenaga listrik, PLTG/GU/MG/MGU platform, PLTU menggunakan Clean Coal Technology (CCT), pemanfaatan sumber energi primer setempat, dan pemanfaatan energi nuklir sejalan dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Selain itu, di bidang penyaluran, pengembangan ditujukan untuk menyalurkan listrik ke pariwisata, Kawasan Industri (KI), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), transmisi HDVC untuk evakuasi jarak jauh (point to point antar pulau), minimal 1 Gardu Induk (GI) untuk setiap kabupate/kota, penambahan trafo GI apabila pembebanan telah mencapai sekitar 70%, pembangunan Gas Insulated Switchgear (GIS) untuk lahan terbatas, penurunan susut, dan rehabilitasi jaringan tua. Pengembangan listrik pedesaanditujukan untuk perluasan akses listrik di daerah terpencil dan tersebar serta penerapan smart grid di Jawa-Bali mulai tahun 2020.
Sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pada tahun 2025 bauran energi ditargetkan untuk EBT minimal 23%, batubara sekitar 55%, BBM sekitar 0,4% dan gas bumi sekitar 22%. Sementara pada tahun 2038, bauran energi ditargetkan untuk EBT minimal 28%, batubara sekitar 47%, BBM sekitar 0,1% dan gas bumi sekitar 25%. Target bauran energi tersebut berlaku bagi PT. PLN (Persero) dan pemegang wilayah usaha lainnya yang mana dalam upaya pencapaiannya dapat dilakukan kerjasama antar pemegang wilayah usaha.
Asumsi dan target yang digunakan dalam RUKN 2019-2038 antara lain rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 6,0%, rata-rata inflasi sekitar 3,5%, rata-rata pertumbuhan penduduk sekitar 0,8%, target rasio elektrifikasi sekitar 99,9% di tahun 2019 dan sekitar 100% di tahun 2020, serta mengakomodasi semua potensi kebutuhan untuk KEK, KI, smelter, dan kendaraan listrik. Berdasarkan asumsi dan target tersebut, dilakukan pemodelan untuk 34 provinsi sehingga menghasilkan proyeksi kebutuhan tenaga listrik nasional untuk periode 20 tahun sebagai berikut:
- Rata-rata pertumbuhan kebutuhan energi listrik sekitar 6,9% per tahun;
- Komposisi kebutuhan tenaga listrik nasional tahun 2019-2035 diperkirakan akan didominasi oleh sektor industri, kemudian diikuti oleh sektor rumah tangga, bisnis, publik, dan transportasi. Mulai tahun 2036 kebutuhan tenaga listrik sektor transportasi diperkirakan akan lebih besar daripada sektor publik;
- Rata-rata kebutuhan tambahan kapasitas pembangkit (DMN)1 sekitar 8,5 GW per tahun;
- Total kebutuhan tambahan kapasitas pembangkit (DMN) sekitar 170 GW yang terdiri dari PLTU/MT 51 GW, PLTP 9 GW, PLTA/M & PS 34 GW, PLTG/GU/MG 65 GW, Battery 0,3 GW, PLTD 0,1 GW, dan PLT EBT Lainnya 10 GW. PLT EBT Lainnya terdiri atas Variable Renewable Energy (VRE) sekitar 6 GW dan PLT Bio sekitar 4 GW.
Penulis: Riko Susetia Yuda
Artikel Terkait
Microgrid adalah Sistem Energi Lokal: 5 Manfaat Microgrid
Ekslusif: Artificial Intelligence and Energy perfecting effectiveness in the IT Sector 2024
Prakiraan Kebutuhan Energi Listrik: Upaya Mengoptimalkan Distribusi dan Konsumsi