Desember 4, 2024

Belajar Energi

BelajarEnergi.com – Belajar Energi adalah Hak Segala Bangsa

Reaktor Biogas Fixed Dome

Biogas, Energi Terbarukan Penyelamat Lingkungan dari Limbah


BelajarEnergi.com – Biogas adalah bahan bakar gas terbarukan yang diproduksi dari proses pencernaan anaerobik atau fermentasi material organik anaerobik oleh bakteri Methanobacterium sp.. Proses ini menghasilkan gas utamanya metana (55-65%) dan karbondioksida (35-45%), serta sisanya terdiri dari hidrogen sulfida (0-1%), nitrogen (0-3%), dan oksigen dalam jumlah yang lebih sedikit.

Produksi biogas dari limbah organik seperti limbah pasar, sisa hasil kebun, sisa makanan, kotoran hewan, dan limbah industri makanan dapat menghasilkan energi yang tidak mahal, terbarukan, dan ramah lingkungan.

Tahapan Pembentukan Biogas

Proses pembentukan biogas dari bahan-bahan organik tersebut umumnya terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu:

  • Hidrolisis

Tahapan ini dipengaruhi oleh mikroorganisme hydrolitic yang dapat menguraikan senyawa organik kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana (rantai pendek) seperti asam amino, asam organik, ethanol, glukosa, hidrokarbon, dan karbondioksia. Molekul-molekul tersebut akan menjadi sumber energi dan karbon untuk bakteri yang melakukan fermentasi. Enzim yang digunakan sebagai katalis dalam proses ini adalah protase, lipase, dan selullase.

  • Acidogenesis (Pembentukan Asam)

Tahapan selanjutnya adalah pembentukan asam yang dipengaruhi oleh bakteri acidogenesis yang mengubah senyawa rantai pendek hasil hidrolisis menjadi material organik sederhana seperti keton, alkohol, dan molekul rantai lebih pendek.

  • Acetogenesis (Pembentukan Senyawa Asetat)

Tahapan ini dipengaruhi oleh bakteri Acetobacter aceti yang menghasilkan senyawa asetat, karbondioksida (CO2) dan hidrogen dari molekul-molekul. Namun, apabila terdapat akumulasi hidrogen yang banyak maka mikroorganisem tersebut akan terhambat. Pembentukan senyawa asetat ini penting sebagai cikal bakal pembentukan gas metana oleh mikroba pada tahapan selanjutnya.

  • Methanogenesis (Pembentukan Methan)

Tahapan ini dipengaruhi oleh bakteri Methanobacterium omelianski yang mengubah senyawa hasil proses acidogenesis dan acetogenesis menjadi metana dan karbondioksida dalam kondisi anaerob sebagai hasil dari reaksi eksotermis. Bakteri methanogen termasuk bakteri anaerob yang tumbuh lebih lambat dibandingkan bakteri pada tahapan sebelumnya. Bakteri ini berperan dalam mengurangi akumulasi hidrogen sekecil mungkin untuk mereduksi karbondioksida menjadi gas inert atau yang tidak dapat bereaksi dengan benda lain secara kimiawi yaitu metana (CH4).

Kondisi yang Mempengaruhi Pembentukan Biogas

Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi pembentukan biogas. Menurut Polprasert (1989) dalam Haq & Soedjono (Tanpa Tahun), kondisi lingkungan tersebut terdiri dari suhu, nilai pH, kadar air, C/N, nutrien, dan pengadukan.

Suhu dapat mempengaruhi kecepatan pembentukan gas. Pembentukan gas metana terjadi secara optimal pada suhu 25-40oC (mesofilik) dan pada suhu 50-65oC (termofilik).

Faktor selanjutnya adalah nilai pH. Nilai pH yang optimal dalam pembentukan biogas adalah sekitar 7-7,2. Namun, akan terjadi penurunan pH menjadi sekitar 4,5 pada tahapan awal fermentasi sehingga harus ditambahkan larutan kapur (CaOH2) atau kapur (CaCO3) agar proses pembentukan gas metana dari hidrogen dan karbondioksida tidak terhenti.

Faktor selanjutnya adalah kadar air yang dapat mempengaruhi dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Produksi gas akan naik sebesar 67% apabila terdapat kelembaban sekitar 36-99%. Umumnya kenaikan tersebut tercatat pada kelembaban berkisar 60-78% dan relatif sama pada kelembaban yang lebih tinggi. Namun, perlu diketahui pula bahwa sisa kelembaban dapat menghambat aktivitas methanogen.

Faktor selanjutnya yaitu rasio C/N atau karbon terhadap nitrogen. Rasio C/N yang optimal untuk biogas yaitu 25-35% atau sama dengan proses dekomposisi untuk pengomposan. Apabila rasio C/N terlalu tinggi maka akan mengakibatkan kecepatan perombakan meningkat dan menghasilkan lumpur dengan kandungan nitrogen yang sangat tinggi. Namun, apabila rasio C/N sangat rendah maka akan menghasilkan nitrogen yang lebih banyak yang kemudian berubah menjadi amoniak dan dapat meracuni bakteri.

Kemudian ada pula faktor nutrien yang mana dapat ditemukan pada kotoran manusia dan hewan. Pembentukan gas metana akan lebih cepat apabila terdapat lumpur yang mengandung bakteri tersebut.

Faktor yang terakhir adalah proses pengadukan. Proses pengadukan ini menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme karena mikroorganisme tersebut dapat saling kontak dengan penyediaan makanan, sehingga produksi biogas pun akan meningkat. Pengadukan ini juga untuk mencegah terciptanya lapisan kerak di permukaan.

Reaktor Biogas

Pembentukan biogas tentu membutuhkan medium tertentu yang bernama reaktor biogas. Reaktor biogas adalah alat kedap udara yang terdiri dari digester (pencerna), inlet (tempat masukkan) bahan penghasil biogas, outlet (tempat keluaran) lumpur sisa pencernaan (slurry) dan pipa penyalur biogas. Terdapat dua jenis pencerna yang biasa digunakan yaitu fixed dome dan floating drum (Indartono, 2005).

Pencerna fixed dome merupakan pencerna yang memiliki volume tetap pada konstruksi reaktornya. Hal ini akan membuat produksi biogasnya meningkatkan tekanan di dalam reaktor. Bangunan pencerna berbentuk kubah tertutup dan dapat bertahan hingga 20 tahun karena dibangun secara permanen yang biasanya di bawah tanah dan anti karat sehingga biaya yang dikeluarkan relatif sedikit untuk operasionalnya. Proses pembentukan biogas pada siang hari dapat meningkat akibat sinar matahari dan pada malam hari dapat terhindar dari suhu rendah.

Bangunan fixed dome memiliki ruang penampung gas dan tangki pembuangan (Gambar 1). Biogas yang telah terbentuk akan disimpan dalam penampung gas, sedangkan kotoran yang akan digunakan untuk produksi biogas dialirkan menuju tangki pembuangan. Semakin banyak volume gas di dalam penampungan, maka tekanan gasnya akan semakin meningkat.

Kelebihan dari reaktor ini yaitu biaya perawatan lebih murah, umur reaktor lama, lebih stabil dan tidak mudah berkarat, dan menghemat tempat karena di dalam tanah. Adapun kekurangan dari reaktor ini yaitu mudah mengakibatkan kehilangan gas yang cukup besar saat terjadi sedikit kebocoran, suhu dalam reaktor relatif dingin, dan tekanan gasnya fluktuatif sesuai dengan gas yang dihasilkan.

Reaktor Biogas Fixed Dome
Gambar 1.  Konfigurasi reaktor jenis fixed dome (sumber: https://www.biru.or.id/en/biru-digester)

Jenis pencerna reaktor lainnya yaitu floating drum (Gambar 2)yang dapat bergerak sesuai dengan kenaikan tekanan reaktor yang menunjukkan telah dimulainya produksi biogas di dalam reaktor. Reaktor ini terdiri dari pencerna yang berbentuk kubah atau silnder yang dapat bergerak dan penahan gas atau drum. Penahan gas ini melakukan pergerakan karena adanya proses fermentasi dan pembentukan gas. Drum yang berfungsi sebagai tempat penyimpan gas memiliki rangka pengarah demi stabilnya pergerakan drum. Drum akan terangkat jika pencerna sedang memproduksi biogas, sedangkan jika sedang dikonsumsi maka drum akan turun.

Floating drum menggunakan bahan berupa baja dengan ukuran kedua sisi sebesar 2,5 mm dan di bagian atasnya sebesar 2 mm. Drum tersebut harus dihindarkan dari pengkaratan dengan cara dilapisi cat sintetik, cat minyak, atau aspal. Penggunaan cat ini juga dapat berpengaruh terdapat peningkatan produksi gas seperti cat warna merah yang mana dapat meningkatan suhu dalam tangki saat terkena sinar matahari. Untuk mencegah air hujan masuk ke drum, bagian atasnya sebaiknya dibuat miring. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan dari pengkaratan akibat air hujan. Selain bahan baja, reaktor inidapat menggunakan plastik polyethilen. Tentu saja, biaya yang dikeluarkan pasti lebih mahal daripada berbahan baja.

Kelebihan dari reaktor floating drum yaitu mudah dibuat dan dioperasikan, tekanan gas yang dihasilkan relatif konstan, dan volume gas yang terbentuk dapat dilihat dengan mudah. Adapun kekurangan dari reaktor ini adalah drum mudah berkarat, umur reaktor lebih pendek daripada fixed dome, dan biaya perawatan cukup mahal.

Reaktor Biogas Floating Drum
Gambar 2.  Konfirgurasi reaktor jenis floating drum (Lohri dkk, 2014)

Potensi dan Pengembangan Biogas di Indonesia

Potensi biogas di Indonesia cukup besar yang tersebar di semua provinsi di Indonesia. Menurut data dari Kementerian ESDM (2017) dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), menunjukkan bahwa total potensi bioenergi di Indonesia sebesar 32.653,8 MW (Tabel 1) dengan rincian biomassa/biofuel sebesar 30.051,2 MW dan biogas sebesar 2.602,6 MW. Potensi terbesar biogas terletak di provinsi Jawa Barat yang diperkirakan sebesar 574,3 MW, diikuti oleh Jawa Timur sebesar 569,6 MW dan Jawa Tengah sebesar 348,4 MW. Dari total potensi biogas sebesar 2.602,6 MW tersebut, hingga tahun 2019 baru 10,8 MW yang dimanfaatkan sebagai PLT Biogas atau sebesar 0,41% saja.

Baca juga: Wow! Indonesia Kaya Potensi Energi Baru Terbarukan hingga 508 GW! 

Tabel 1. Potensi bioenergi di Indonesia yang tersebar di semua provinsi (Kementerian ESDM, 2017)

Potensi Bioenergi Indonesia

Selain sebagai pembangkit listrik, pengembangan biogas juga diimplementasikan dalam skala rumah tangga dan komunal. Pihak yang mengembangkan ini di antaranya adalah APBN Ditjen EBTKE, Program BIRU sebagai kerjasama antara Ditjen EBTKE dengan HIVOS, Kementerian/Lembaga lainnya, APBD Pemda, Dana Alokasi Khusus, dan swasta. Pengembangan biogas ini mayoritas menggunakan kotoran ternak sebagai bahan baku dan adapula yang berasal dari kotoran manusia yang kemudian dibuat sebagai Biogas Komunal Pondok Pesantren. Menurut Ditjen EBTKE Kementerian ESDM (2020), produksi biogas terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari tahun 2015 hingga 2019 telah terjadi peningkatan sebesar 41.15% dari 18,615 juta m3/tahun menjadi sebesar 26,28 juta m3/tahun (Gambar 3).

Produksi Biogas Indonesia 2015-2019
Gambar 3.  Produksi biogas dari tahun ke tahun (Kementerian ESDM, 2020)

Dilansir dari CNBC Indonesia pada 18 April 2018, biogas komunal telah digagas oleh Kementerian ESDM sejak 2015 yang diterapkan di pesantren-pesantren seluruh Indonesia. Hingga saat ini, sudah terdapat 17 (tujuh belas) pesantren yang menggunakan biogas sebagai sumber energi alternatif sehari-hari. Program tersebut bertujuan untuk mengolah kotoran manusia menjadi biogas dengan desain kapasitas digester sebesar 24 m3 yang kemudian dapat memproduksi gas sebanyak 81 m3 per bulan atau ekivalen dengan LPG 3 kg sebanyak 12 tabung. Biogas ini dapat digunakan untuk memasak dan penerangan. Hal ini dapat mengemat pengeluaran mulai dari Rp. 75.000 hingga Rp. 300.000 per bulannya.

Pembangunan reaktor biogas komunal terdiri 50 unit WC, digester biogas tipe fixed dome berkapasitas 2×12 m3, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan kapasitas 180 m3, 4 unit kompor biogas, dan 2 unit lampu penerangan biogas. Adapun menurut Renstra EBTKE Kementerian ESDM 2020-2024, target konsumsi biogas komunal RT adalah sebesar 34 juta m3 dan untuk target biogas RUEN adalah sebesar 376,8 juta m3 pada tahun 2024.

Tantangan & Upaya Pemerintah

Pengembangan biogas di Indonesia masih mengalami tantangan yang cukup berat yaitu:

  • Pendanaan melalui APBN maupun APBD yang masih terbatas untuk pengembangan program biogas
  • Kurangnya sinkronisasi dan koordinasi antar Kementerian/Lembaga terkait pengembangan biogas
  • Implementasi pembangunan biogas kurang berkelanjutan yang bisa diintegrasikan dengan kegiatan produktif lainnya
  • Edukasi masyarakat masih kurang untuk pemanfaatan biogas

Adapun upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah tersebut adalah sebagai berikut:

  • Memudahkan akses kepada pendanaan yang kompetitif
  • Dukungan kebijakan dan perbaikan tata kelola dalam rangka upaya percepatan proyek EBTKE
  • Kemudahan Perizinan
  • Penerapan system perizinan online di KESDM
  • Perbaikan data dan informasi
  • Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan fasilitasi problem solving
  • Perbaikan standar dan sertifikasi SDM
  • Menggerakkan seluruh pemangku kepentingan

Penulis: Riko Susetia Yuda